Saturday, December 30, 2006
Catatan sembilan poeloeh enam
Sabtu, 30 Desember 2006
Capek setelah lebih setengah hari kami berbelanja hadiah untuk kegiatan besok, ku langsung nyalakan TV. Terlihat eforia orang-orang di jalanan dan di bawahnya sebuah subtitle: Saddam Hussein Executed! Perasaanku galau. Kutanyakan istriku, apakah dia seperti diriku? Dia katakan, iya dan bertanya: kenapa mesti dieksekusi? Kubiarkan istriku dengan perasaannya, kusimak setiap laporan yang dikatakan oleh pembaca berita. Semuanya menggambarkan kegembiraan atas kematian sang diktator! Seorang yang membunuh banyak warga sipil di negaranya. Tapi perasaanku tak bergeming! Wawancara dengan orang Irak yang berpesta karena matinya bekas pemimpinnya juga tak bisa mengangkat seincipun hatiku. Apa yang mesti disorakkan? Apalagi yang dieksekusi adalah seorang bekas Kepala Negara. Seorang yang mengangkat gengsi bangsanya, walau ditekan oleh para raksasa!
. . . . Aku berduka, istriku juga!
"Saya minta kalian tidak membenci karena benci tidak memberikan ruang bagi seseorang untuk bersikap adil serta membutakan mata dan menutup seluruh pintu untuk berpikir" Saddam Hussein (dikutip dari Jawa pos dotcom)
Wednesday, December 27, 2006
Catatan sembilan poeloeh lima
Rabu, 27 Desember 2006
Catatan khusus: Natal tahun ini
24 Desember:
Jam 4.30 sore akhirnya selesai sudah kerja part timeku. Kerja yang kujalani selama empat hari sebelumnya. Kupikir aku kan pulang subuh seperti yang kualami tahun lalu. Ternyata tidak, yang paling late saat ku pulang rumah adalah jam 1 malam. Istriku kerja di siang hari, sehingga kita berdua bergantian menjaga Nadine. Sayang sekali, pada dua hari terakhir aku masuk pagi sehingga Nadine harus kami bawa dengan segala permainannya ke tempat kerja. Begitu mengagumkan, dia tidak cengeng, padahal semestinya dia bosan karena harus menjalani delapan jam hanya dengan duduk saja. Sehingga kamipun berjanji membelikan hadiah untuknya.
Setelah kesenangan sesaat saat menerima gaji, kamipun bergegas pulang, mandi dan langsung ke lapang voli, Cranbrook Park. Di sana sudah menanti teman-teman, karena hari itu adalah secara resmi kami melepas Yansen dan Hasan bersama keluarga mereka. Mereka pulang karena telah menyelesaikan studinya. Tak begitu lama di lapangan voli, kamipun pamit ke rumah lagi. Berdandan untuk undangan Christmas Eve. Boss kami mengundang makan malam di salah satu rumah makan Chinese. Di sana sudah menunggu keluarga Indonesia lain yang sebagian besar adalah pegawai part time-nya. We were having fun for about two hours. Tapi, aku menolak meminum anggur lebih karena aku bawa mobil. Sanksi tak tanggung-tanggung kalau tertangkap. Kayaknya aku tak mau minum karena takut dengan sanksi bukan akibat. Sungguh naif, tapi itu kenyataan dan ku yakin banyak orang berlaku seperti diriku.
25 Desember, Christmas day
Pagi hari kami bangun dengan badan penat. Terasa kaku di kaki dan tangan. Tapi, kami bangun dengan perasaan plong, tak ada lagi kejaran alarm untuk segera ke tempat kerja. Tapi, kami tak bangun late, padahal sebelumnya kami sudah berjanji untuk memanjakan diri. Akhirnya, kami langsung bersiap ke Gereja untuk ibadah jam 8 pagi. Walaupun agak terlambat, tapi kami masih sempat mendengar khotbah natal yang penuh dengan kata jika. Sang pendeta berandai, jika Yesus lahir di Australia maka tradisi pohon pinus dipenuhi snow akan hilang, gembala menjadi cowboys, keledai dan domba menjadi kanguru, wallaby dan koala, dst... dst... Khotbah diramu dengan apik dan menggelikan saat di dengar. Selesai ibadah, kami foto sejenak dan pulang. Kekosonganpun muncul. Biasanya kalau di kampung, kami langsung makan siang bersama sanak keluarga. Setelah itu langsung silaturahmi ke tetangga dan kepada siapa saja yang bertemu di jalan. Makan malam bisa saja di salah satu rumah dan pulang saat sudah larut. Tapi ini, kami hanya berdiam di kamar. Panas yang menyengat mengharuskan kami mengurung diri dengan AC dipasang dengan high power. Untung ada janjian dengan teman-teman untuk bertemu makan siang di the Strand. Kamipun bertemu di sana dan makan bersama. Tapi kami tak bisa bersama sampai sore, semuanya harus pulang. Sehingga dari sore sampai malam hanya diisi dengan Garfield dan beberapa film action.
26 Desember, Boxing Day
Sejak pagi kami hanya berbenah rumah setelah berminggu-minggu tak dibenah. Nonton film dan menelepon keluarga di kampung sampai siang. Akhirnya, kamipun menerima undangan acara sukacita salah satu keluarga teman kami atas kelahiran anak mereka. Di Strand mereka menunggu. Ya, mereka dan banyak teman kami sudah menunggu. Menunggu makan siang bersama. Kayaknya kami terlambat. Tapi sukacita tak pernah terlambat. Kamipun larut bersama dalam kegembiraan. Saatnya membayar janji buat Nadine, kamipun mengijinkan dia untuk bermain air di Strand. Fasilitas publik yang gratis. Tak cukup itu, kamipun melanjutkan main air di rumahnya Bryan & mbak Arla. Sampai bibir Nadine kebiruan dan gelap menyelimuti Townsville. Sesampai di rumah, semuanya lapar. Tapi gerah udara tak membangkitkan apetite kami untuk makan malam. Kamipun langsung keluar, berjalan dan berjalan. Menghayati seandainya kami di kampung saat berkunjung ke kerabat. Tak seorangpun kami temui sampai muncul Patrice dan ketiga anaknya dari arah berlawanan. Merekapun memiliki alasan yang sama, menghayati natal jauh dari kerabat dan kampung halaman.
27 Desember
Tak disangka semua toko dan mall dipenuhi pembeli. Penuh! Kupikir orang Australia masih tertidur mabuk di rumah, ternyata tidak!
Thursday, December 21, 2006
Wednesday, December 20, 2006
Catatan sembilan poeloeh tiga
Catatan khusus: Stable on the Strand
Setiap tahun di bulan Desember, Townsville menyajikan acara tahunan yang dipelopori oleh gereja-gereja di kota ini. Acara bertajuk Stable on the Strand menceritakan tentang kelahiran Yesus dengan versi Australia walau nuansa Timur Tengah masih ada di dalamnya. Festival tahunan bernuansa religius ini diadakan di sebuah lapangan di The Strand, daerah pantai sepanjang kota Townsville. Selain kafe makanan dan hiburan di panggung yang besar, pengunjung juga diajak untuk memasuki panggung-panggung teatrikal kecil yang bersinambungan. Setiap panggung menyajikan percakapan karakter tertentu misalnya saja, pada pintu pertama, pengunjung dihadang dengan percakapan antara tentara Romawi dengan orang Israel, berikutnya keingintahuan orang majus, kecurigaan pemilik penginapan, sorakan para gembala dan akhirnya bertemu dengan Yusuf, Maria dan bayi Yesus. Pelakon bayi Yesus adalah bayi yang sebenarnya dari pasangan yang bersedia menjadi Yusuf dan Maria. Tahun ini bayi Yesus diperankan oleh seorang bayi yang memang sangat mungil, tidak genap sebulan usianya.
Areal lain juga menyajikan kegiatan anak-anak yang bersifat religius, misalnya saja, melempar kepala Goliath (seperti yang dilakukan Daud), mencari jalan yang benar bagi orang yang tersesat, memasuki mulut paus dan bercerita dengan Yunus, membangun tembok kerajaan yang runtuh, membuat mahkota, dan akhirnya face painting -kegiatan yang kayaknya tak pernah lepas bila ada acara besar di Townsville-.
Catatan sembilan poeloeh doea
Rabu, 20 Desember 2006
Katanya kita dalam proses demokrasi. Ya, kata seorang (atau mungkin beberapa orang) ahli politik yang tak sempat kuingat namanya (mereka). Tapi frase itu tetap melekat dalam kepalaku hingga saat ini, walaupun aku tak tahu sampai kapan proses itu berhenti. Frase itu sering diungkapkan bila terjadi gejolak ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap pemimpin mereka. Frase ini lebih intens di dengar sejak lengser (sebagian orang mengatakan tumbang) rezim Orde Baru. Tak terhitung (kalau itu bisa saya katakan untuk melambangkan kata banyak) lengser terjadi bumi Indonesia setelah saat itu, mulai dari presiden sampai ke kepala desa. Akankah proses demokrasi ini berujung? Aku masih tak yakin selain makin lama aku makin muak dengan kegiatan pengatasnamaan rakyat dan kebenaran (apalagi) oleh kelompok-kelompok tertentu. Aku jenuh. Apakah ujung proses ini adalah kejenuhan?
Friday, December 15, 2006
Catatan sembilan poeloeh satoe
Jumat, 15 Desember 2006
Seperti kepandaian, kebodohan adalah nilai dari sebuah perbandingan. Dia dinilai sesudah hasil, bukan diprediksi. Namun kita bisa mengira-ngira apakah kita lakukan something stupid or not? Tentunya berdasarkan pengalaman. Pengalaman menimbang!
I just did something stupid. I wanted to make a cup of coffee this afternoon. Just to stay awake. Then I went to the kitchen, till I realised that the water boiler is dirty. I then decided to wash it. After that, I again realised that I can't use the water boiler unless I am ready for the electric shock that might happen. I put it under the sun and went back to the kitchen. I again remembered about the coffee. I got an idea to make coffee by using microwave. I put coffee, coffee mate, a bit sugar, poured water in the cup and stirred it. Then I let the microwave work for me. I set three minutes which I thought it should be enough to boil the water and I left it. When I came back the coffee spilled out, but luckily I still got half cup. I took it out by using wipe clothes (I am not an English so I don't care about this term?) cuz I knew it must be very hot. Then I cleaned the microwave. I was happy and started to get the cuppa. I forgot that the bloody cup is still bloody hot. Then it happened... My fingers burnt...
Dari pengalamanku ini, kebodohan datang beruntun. Kebodohan mengatur waktu yang semestinya bisa dipersingkat dan kebodohan dalam bertindak. Then, I finally realised that nothing's perfect!
Seperti kepandaian, kebodohan adalah nilai dari sebuah perbandingan. Dia dinilai sesudah hasil, bukan diprediksi. Namun kita bisa mengira-ngira apakah kita lakukan something stupid or not? Tentunya berdasarkan pengalaman. Pengalaman menimbang!
I just did something stupid. I wanted to make a cup of coffee this afternoon. Just to stay awake. Then I went to the kitchen, till I realised that the water boiler is dirty. I then decided to wash it. After that, I again realised that I can't use the water boiler unless I am ready for the electric shock that might happen. I put it under the sun and went back to the kitchen. I again remembered about the coffee. I got an idea to make coffee by using microwave. I put coffee, coffee mate, a bit sugar, poured water in the cup and stirred it. Then I let the microwave work for me. I set three minutes which I thought it should be enough to boil the water and I left it. When I came back the coffee spilled out, but luckily I still got half cup. I took it out by using wipe clothes (I am not an English so I don't care about this term?) cuz I knew it must be very hot. Then I cleaned the microwave. I was happy and started to get the cuppa. I forgot that the bloody cup is still bloody hot. Then it happened... My fingers burnt...
Dari pengalamanku ini, kebodohan datang beruntun. Kebodohan mengatur waktu yang semestinya bisa dipersingkat dan kebodohan dalam bertindak. Then, I finally realised that nothing's perfect!
Tuesday, December 12, 2006
Sunday, December 10, 2006
Catatan delapan poeloeh sembilan
Minggu, 10 Desember 2006
Semalam sepertinya hujan lebat. Terlihat tumpukan dedaunan di sepanjang jalan depan rumah akibat dibawa aliran air. Ya, dedaunan dan mangga busuk, maklum musim mangga. Beda halnya bila itu terjadi di kampung halamanku, yang menumpuk adalah plastik dan pembungkus rokok. Tapi, tak apalah, aku masih mencintai negeriku walau aku tak mencintai kotor. Ku gunakan kesempatan untuk jalan pagi, kegiatan yang sudah tak kulakukan akhir-akhir ini. Rute yang tempuh sama saja dengan hari-hati lalu. Menuju ke sebuah taman (Andersen park) yang banyak memberikan kenangan dalam diriku. Di sana tempat kami keluarga sering bermain di saat libur setelah pindah dari rumah dekat pantai. Di sana pula tempat Thessy, istriku, memperlancar kemampuannya mengendarai mobil. Tak kurang beberapa bagian ban mobil lecet dan batas jalan tergores sebagai bayaran dari latihan ini. Park ini juga adalah park pertama yang ku kenal di Townsville karena dia menawarkan kesejukan yang melenakan saat aku kelelahan membawa keingintahuanku menjelajahi Townsville dengan sepeda di waktu panas terik. Kejadian ini terjadi saat aku baru dua hari tiba di kota ini.
Ku jelajahi park ini, mencoba melihat kalau ada perubahan baru di dalamnya. Iya, di dataran yang agak rendah, di sanalah terbentuk danau kecil bersama ratusan burung bercengkerama. Hujan semalam berhasil membentuk areal atraksi yang baru bagi para unggas. Panas yang mengeringkan rerumputan selama ini berlalu dalam sekejap. Kujejaki rumput yang basah memasuki areal yang dipenuhi pepohonan besar. Pemandangannya berubah, matahari meredup dihalangi dedaunan. Sementara juluran akar yang menggantung di dahan tak hentinya meneteskan air. Merinding namun sejuk. Ku keluar di ujung lain taman ini dan melintasi beberapa blok sampai akhirnya ku temui deretan pohon asam dengan buahnya bertaburan di jalan. Kuingat Penyabangan (sebuah Desa di Bali) saat ku jalan pagi. Kadang dengan teman-teman kadang aku sendiri. Ketika ku perhatikan betapa berserinya wajah salah seorang temanku setiap melihat pohon asam. Diapun mengelilinginya, dan tak sungkan menyelidiki setiap semak di bawah pohon. Akhirnya jalan paginya dikonsumsi hanya untuk mencari asam. Setelah melewati jalan memutar, akupun tiba lagi di taman itu. Ku berhenti sesaat menikmati hujan yang mulai turun. Ku biarkan basah hujan membungkusku sambil anganku kuterbangkan di antara para burung di danau kecil itu. Menyenangkan! Sambil berjalan pulang, ku tengadahkan wajah menantang hujan. Aku tetap merindukan kampung halamanku bisa seindah dan senyaman ini, bukan hanya dipenuhi kendaraan dan bangunan mewah!
Friday, December 08, 2006
Catatan delapan poeloeh delapan
Jumat, 8 Desember 2006
Party at backyard
Rame juga acara semalam, walaupun bolong di sana-sini. Lampu yang menyorot mata akibat posisinya terlalu pendek menampilkan bayangan manusia di kejauhan atau menghalangi orang lain bagaikan suasana diskotik. Bedanya, lampunya tak berkelap kelip namun cukup kontras sehingga mempermainkan diafragma mata akibat bayangan datang silih berganti. Makanan di atas mejapun sering terhalang, sehingga orang bagaikan mengendus setiap kali mengambilnya. Sayang sekali, nasinya kurang! Walau tak diundang, nyamuk juga turut menyemarakkan pesta, mengakibatkan suara clapping di sana-sini. That’s my party! Well, it supposed to be Nadine’s party and Johanna’s farewell party. I mean, I was the host of that party! I am happy; many people came and shared their happiness! All people I invited came! Thanks guys!
Topik cerita para lelaki kebanyakan mengacu pada perkembangan di tanah air, tentang penangkapan para koruptor, adegan hot yang para selebritis dan petinggi tanah air yang terekspos, tingkah polah para petinggi tanah air dan juga pengalaman pribadi masing-masing. Sementara bahan bicaraan para wanita - di mana istrikupun turut nimbrung- tak jauh dari makanan, kue dan perhiasan. Anak-anakpun asyik dengan permainan mereka sendiri di dalam rumah, walau kadang terdengar tangisan satu-dua bocah. Semuanya hanyut dalam aktivitasnya masing-masing. Semoga saja tetangga tidak komplen ;-) Memang tidak, pagi ini aku jalan di sekeliling rumah. Membersihkan halaman dan meyakinkan kalau-kalau kursi pinjaman masih ada di tempatnya. Walaupun negaranya makmur bukan berarti tanpa pencuri! Tak ada juga tulisan komplen di mailboxku atau digantung di bunga halaman depan. Tak seperti komplen yang tertulis dan digantung di bunga tetanggaku tempo hari. It wasn’t about a party though, but it was about the noise caused by his bike.
Walau penat semalam tapi kami sekeluarga bergembira. Kali ini istriku bangun lebih pagi, dia membersihkan bagian dalam rumah plus siap-siap ke tempat kerja. Sementara Nadine menikmati hadiah yang diberikan teman-temannya semalam. Dia tak peduli dengan kesibukan papa mamanya!
Thursday, December 07, 2006
Catatan delapan poeloeh toejoeh
Kamis, 7 Desember 2006
Catatan ulang tahun
Pagi ini aku bangun, semuanya masih tidur. Dengan mata merem aku tertatih ke toilet. Hari sudah terang walaupun jam masih menunjukkan 5.30. Ku sempatkan lihat jam tanganku sebelum ke toilet sih karena jam dindingku tak ku percaya lagi. Saat ku balik, mataku melintas ke ruang tamu. Aku terpana dengan benda yang tergeletak di bawah Christmas tree. Sebuah bungkusan besar berwarna coklat dengan corak tulisan China. Ku teliti bungkusan itu, ternyata ada sebuah kartu yang bertuliskan,”Happy Birthday Daddy!” Ku ingat, ternyata hari ini adalah hari ulang tahunku. Pelan-pelan ku buka bungkusan supaya tak membangunkan istri dan anakku. Wow, sepasang sepatu olahraga! Ku teliti lebih dalam lagi, jangan-jangan ada surprise tambahan (misalnya jam tangan, or whatever...), tapi usahaku sia-sia. Duaaarrr, tiba-tiba suasana jadi riuh. Mereka ternyata sudah bangun dan mengagetkanku!
<< << rewind
Cerita yang sebenarnya...
Aku bangun late pagi ini tapi tetap saja ngantuk. Ku langkahkan kaki ke toilet dengan tertatih. Capek kemarin masih membekas saat meliput acara wisuda teman-teman di kampus dilanjutkan dengan beres-beresin rumah sampai tengah malam. Ku lirik bungkusan di bawah Christmas tree, sebuah tas coklat bertuliskan huruf China. Isinya sudah ku buka dari kemarin, yaitu sepasang sepatu olahraga. Kulirik juga sepatunya yang bertengger di samping pintu. Sepatu itu seharusnya menjadi hadiah bagiku, tapi aku yang membelinya, istriku yang membungkusnya dan Nadine yang menulis ucapannya. Sempat juga sepatu itu masih dalam bentuk hadiah selama sehari sebelum aku membukanya kemarin karena aku tak tahan untuk mencobanya. Ku masuk lagi ke kamar, mereka masih tidur. Akupun menyanyi sendiri
Happy birthday to me, dst. >>>>
Catatan delapan poeloeh enam
Tuesday, December 05, 2006
Catatan delapan poeloeh lima
Selasa, 5 Desember 2006
You turn six today, Nadine!
Selamat ulang tahun anakku!
bila dunia ini adalah sebuah kue tart
kau baru menikmati sebagian kecil darinya
tapi bila dunia ini sebuah lautan luas yang ganas
sayang sekali... kau baru saja keluar pelabuhan
Just for you NADINE NICHLEN TIMOTHEA
from your Mom and Dad
Monday, December 04, 2006
Catatan delapan poeloeh empat
Senin, 4 Desember 2006
Menggapai orang terkenal
Banyak orang terkenal yang ku kenal, walau sulit bagiku mendefinisikan dasar mereka menjadi terkenal selain karena media. Masalahnya, dan kupikir lumrah, hanya sedikit dari orang yang terkenal yang mengenal aku. Masalah lainnya juga, apakah persepsi terkenal-ku sama dengan orang lain? Ku yakin tidak. Tak apalah, yang ingin kupaparkan adalah versiku. Aku mengenal Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia saat ini, saat ku tulis catatan ini. Aku juga mengenal para presiden sebelumnya. Namun, sekali lagi, ku yakin they do not know me. Well, setidaknya untuk saat ini (kubiarkan diriku menghayal). Aku mengenal Jeane Indy, sang karateka yang telah mendapatkan gelar doktor di Jepang dan Winda Mingkid, mantan putri Indonesia yang telah meraih doktor pula. Ku yakin mereka mengenalku juga. Tapi, apakah Nadine Chandrawinata mengenalku? Tidak! Well, setidaknya aku punya foto bersamanya.
Menggapai orang terkenal, sebetulnya tak jauh. Sebuah penelitian (atau barangkali hanya asumsi) menyatakan bahwa setidaknya semua warga dunia saling mengenal satu sama lain lewat pertemanan. Untuk menggapai George W. Bush atau Halle Berry (maaf bila aku lebih memilih dia daripada artis dunia lainnya) kita paling jauh membutuhkan tujuh rantai teman. Mengagumkan!
>>Catatan: Catatanku ini tak mengenyampingkan keterkenalan teman-teman dekatku yang lain. Hanya saja aku berusaha menyejajarkan persepsi terkenal dengan orang lain, walau pun toh ku yakin tak gampang!
Subscribe to:
Posts (Atom)