Sunday, December 10, 2006
Catatan delapan poeloeh sembilan
Minggu, 10 Desember 2006
Semalam sepertinya hujan lebat. Terlihat tumpukan dedaunan di sepanjang jalan depan rumah akibat dibawa aliran air. Ya, dedaunan dan mangga busuk, maklum musim mangga. Beda halnya bila itu terjadi di kampung halamanku, yang menumpuk adalah plastik dan pembungkus rokok. Tapi, tak apalah, aku masih mencintai negeriku walau aku tak mencintai kotor. Ku gunakan kesempatan untuk jalan pagi, kegiatan yang sudah tak kulakukan akhir-akhir ini. Rute yang tempuh sama saja dengan hari-hati lalu. Menuju ke sebuah taman (Andersen park) yang banyak memberikan kenangan dalam diriku. Di sana tempat kami keluarga sering bermain di saat libur setelah pindah dari rumah dekat pantai. Di sana pula tempat Thessy, istriku, memperlancar kemampuannya mengendarai mobil. Tak kurang beberapa bagian ban mobil lecet dan batas jalan tergores sebagai bayaran dari latihan ini. Park ini juga adalah park pertama yang ku kenal di Townsville karena dia menawarkan kesejukan yang melenakan saat aku kelelahan membawa keingintahuanku menjelajahi Townsville dengan sepeda di waktu panas terik. Kejadian ini terjadi saat aku baru dua hari tiba di kota ini.
Ku jelajahi park ini, mencoba melihat kalau ada perubahan baru di dalamnya. Iya, di dataran yang agak rendah, di sanalah terbentuk danau kecil bersama ratusan burung bercengkerama. Hujan semalam berhasil membentuk areal atraksi yang baru bagi para unggas. Panas yang mengeringkan rerumputan selama ini berlalu dalam sekejap. Kujejaki rumput yang basah memasuki areal yang dipenuhi pepohonan besar. Pemandangannya berubah, matahari meredup dihalangi dedaunan. Sementara juluran akar yang menggantung di dahan tak hentinya meneteskan air. Merinding namun sejuk. Ku keluar di ujung lain taman ini dan melintasi beberapa blok sampai akhirnya ku temui deretan pohon asam dengan buahnya bertaburan di jalan. Kuingat Penyabangan (sebuah Desa di Bali) saat ku jalan pagi. Kadang dengan teman-teman kadang aku sendiri. Ketika ku perhatikan betapa berserinya wajah salah seorang temanku setiap melihat pohon asam. Diapun mengelilinginya, dan tak sungkan menyelidiki setiap semak di bawah pohon. Akhirnya jalan paginya dikonsumsi hanya untuk mencari asam. Setelah melewati jalan memutar, akupun tiba lagi di taman itu. Ku berhenti sesaat menikmati hujan yang mulai turun. Ku biarkan basah hujan membungkusku sambil anganku kuterbangkan di antara para burung di danau kecil itu. Menyenangkan! Sambil berjalan pulang, ku tengadahkan wajah menantang hujan. Aku tetap merindukan kampung halamanku bisa seindah dan senyaman ini, bukan hanya dipenuhi kendaraan dan bangunan mewah!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment