Tuesday, February 28, 2006

Catatan tiga poeloeh delapan

Orpheus Island, 28 February 2006 Among the giants Akhirnya kesampaian sudah niatku untuk menyaksikan kumpulan kerang raksasa (Tridacna gigas), walau aku harus berjalan agak jauh dari tempat penelitianku.Gak apa, yang penting ku buktikan bahwa aku pernah bersama the giants. Melihat mereka menyemburkan air ke udara walau sebagian adalah hasil usilku sendiri yang menyentuh bagian lunak tubuhnya.

Catatan tiga poeloeh toejoeh

Orpheus Island, 28 February 2006 Orpheus pagi ini indah. Setelah semalam hujan lebat yang membuat nyenyak tidurku. Walaupun ku pulang ke penginapanku baru jam 11.30 tapi aku bangun agak kesiangan. Aku bangun jam 7. Biasanya ku pulang jam 1 subuh dan bangun jam 6. Setelah ku cek di calendar, ternyata hari ini adalah saat pasang tertinggi mengikuti jadwal bulan baru (New moon). Yang ku nantikan adalah bukan saat pasangnya walaupun aku ditawarkan berenang oleh penjaga pulau, dengan sedikit pesan,”do keep on eye on sharks and stingers, ok?)… ngeri juga ya? Dia lupa bilang agar aku juga mewaspadai buaya yang akhir tahun lalu pernah ditemukan di Pioneer Bay Pulau Orpheus ini. Yang ku tunggu adalah saat surut paling rendah dimana membuka kemungkinan yang besar bagiku mengunjungi kebun kerang raksasa (Tridacna gigas). Kebun yang dikuasai sepenuhnya oleh mereka. Melihat mereka menyemprotkan air ke udara saat terdedah... Cool....

Catatan tiga poeloeh enam

Orpheus Island, 28 February 2006 A snake… Barangkali alam memiliki caranya sendiri memberitahukan adanya sesuatu. Tapi kadang kita tidak menyadarinya. Dua malam lalu aku berjalan pulang ke penginapanku dari laboratorium tempat peneletianku di Orpheus Island Research Station. Jalannya gelap pekat sehingga ku putuskan membawa senter yang ku simpan di rak meja kerjaku. Namun memasuki lorong semak tiba-tiba melintas begitu dekat kelelawar, menyentakku dan menghentikan langkahku. Kelelawar itu terlalu besar, baunyapun langsung menyengat hidung. Mataku mengikuti ke mana arah kelelawar itu terbang dan lenyap. Namun, saat aku mulai melangkah lagi, kelelawar itu (atau kelelawar lainnya) tiba-tiba melintas di depanku lagi. Angin dari kepakan sayapnya begitu keras menerpa wajahku, membiusku dengan baunya yang lebih menyengat. Akupun terdiam sejenak. Terdiam saja tanpa berpikir. Dan akupun melangkah masuk ke tengah lorong yang makin pekat. Ternyata senterku yang mungil tak mampu menerangi keseluruhan jalanku. Sampai tiba-tiba, tak sampai semeter di depanku ku melihat sesuuatu yang bergerak pelan, besarnya seperti lengan tanganku dan panjang. Dia memotong jalanku dan sudah melewati setengahnya. Yang kulihat hanya bagian belakang tubuhnya. Kaget juga. Berkali-kali aku datang di pulau ini tak pernah ku melihat ular sebesar itu. Ku mengikuti jalan dan liuk tubuhnya sampai ku mendapatkan kepalanya. Yang ku kuatirkan terjadi seperti yang pernah ku alami dulu saat ku masih SMP. Ku melihat ekor ular di bawah tumpukan potongan bambu. Tanpa berpikir panjang, aku langsung menekan ekornya dengan pedang. Namun, betapa kagetnya aku ketika tiba-tiba ular itu mematok pedangku. Aku tak menyadari ternyata kepalanya berbalik ke arah ekor dan bersembunyi, barangkali ekornya dijadikan umpan. Untung aku tak menyentuhnya dengan tanganku. Berdasarkan pengalaman itu, aku lebih berhati-hati malam itu. Ku telusuri ke mana ujung badannya yang satu. Ternyata kepalanya berada jauh dari ekornya. Syukurlah, kupikir. Saat itu juga aku langsung menikmati pemandangan yang sudah sekian lama tidak ku lihat. Walaupun aku sebelumnya sempat melihat ular yang jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya. Ular yang telah menyerupai batang pohon kelapa dewasa, ular yang telah ditumbuhi lumut dan rumput kecil. Ku lihat langsung dengan mataku... bahkan (unfortunately) memakannya. Ular yang ditemukan oleh rombongan pencari emas di hutan sebelah barat kampungku, yang dipimpin ayahku, dulu... Anyway, menyesal aku tak membawa kameraku malam itu. Aku tak berniat untuk membunuhnya. Kalau toh aku berniat, aku pasti didenda karena ular itu milik Taman Nasional. Namun, untuk apa ku bunuh mereka. Mereka tak bersalah padaku atau bahkan membunuh kerabat atau keluargaku. Niatku telah terkubur dalam-dalam sejak dulu... sejak ku duduk di bangku kuliah tahun pertama. Sejak ku tahu bahwa ular itu bukanlah setan, bukan iblis! Ular itulah yang ditumpangi setan.. waktu itu. Kasihan... kenapa ular yang dipilih setan, bukan nyamuk atau laler? Pagi ini sebelum ku lakukan aktifitas rutinku, aku ke toilet, jadwal tetap yang dilakukan hampir semua orang di muka bumi. Pas menaiki tangga toilet (maklum toiletnya di atas kayak menara suar..hihi), aku langsung membuka pintu dan melangkah masuk. Saat ku duduk akupun tertegun pada sesuatu yang mengonggok di sudut pintu. Pintu toilet memang dibuat memiliki sela yang lebar pada bagian bawahnya (ku tak tahu maksudnya apa?). Di sudut itu seekor ular kecil menggulung tubuhnya... akupun tertawa geli. Untung tidak ku tendang saat ku masuk dan sebaliknya.. untung dia tak menggigitku... Setelah menyelesaikan kerja rutin-pagiku, akupun perlahan mendekati ular itu... Eee.. dia tidur nyenyak. Dia tak menghiraukanku. Aku balik mengambil kamera dengan membuka pintu perlahan dan melewatinya. Saat ku balik, diapun masih tertidur. Ku mengambil beberapa pose tidurnya sampai dia terbangun. Dia kayaknya terganggu dengan kilauan cahaya kameraku. Akupun mengurungkan niatku untuk terus mengambil fotonya... ku balik dan memulai pekerjaan hari ini... mengoperasi kerang mutiara... PS. Setelah ku konfirmasi dengan manager Marine Station. Ternyata kedua ular yang ku lihat (katanya) tidak berbisa...

Sunday, February 26, 2006

Catatan tiga poeloeh lima

Orpheus Island, 26 February 2006 It hurts… It really hurts me! I have to anaesthetize my beloved oysters and cut their mantle off. How many times I say sorry but I keep playing on them. How cruel? It’s just for the sake of science! I just wonder if one day the oysters rule the world and the humans including myself become oysters or rabbits or guinea pigs. Its time to revenge! However, I don’t like to be reincarnated as an ant or fly or mosquito or even virus… they are too tiny. It’s just the matter of size actually, nothing else!

Catatan tiga poeloeh empat

Orpheus Island, 25 February 2006 dini hari... First night It’s always the same everywhere… tryin’ to figure out every single form of the bedroom before you really fall asleep, if you could sleep.

Monday, February 13, 2006

Catatan tiga poeloeh tiga

Malam 13 Februari 2006 Ritual bulan purnama Even ini bukanlah ritual sesajen menyambut para dewa, namun tidak lebih dari gelegak semangat warga tanpa dibatasi kelas pekerjaan, tanpa batas kemampuan menabuh gendang, tapi energi yang saling bersahutan membangunkan laut memanggil purnama. Dan ketika purnama perlahan beranjak, sementara malam makin kelam memekat, merekapun melolong dan menabuh makin keras… makin cepat…. mencapai klimaks bersama keringat yang bercahaya di kerut wajah, baju menyatu dengan tubuh dan rambutpun menggumpal basah. Aaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhh Wanna get the complete story? Just check it out at: http://therhythmconnection.music.net.au/page2.html

Saturday, February 11, 2006

Catatan tiga poeloeh doea

3 hari menjelang Valentine's Day 2006 Salah satu keunggulan dari ciptaan Tuhan adalah: Tuhan tidak menciptakan orang yang sama dalam berpandangan. Bila sejak semula orang memiliki pandangan yang sama (Adam dan Hawa, misalnya) maka peradaban bumi kita sangat lamban. Atau barangkali peradabannya sudah hancur sejak dahulu, ataupun sebaliknya sudah lebih maju dari sekarang. Karena semua argumen hanya berujung pada satu kutub. Beragamnya pandangan para ciptaan bagaikan pelangi yang indah dan taman bunga yang beraneka warna, dan bukan menciptakan dominasi warna bagaikan peluluh warna pakaian.