Monday, November 20, 2006
Catatan toejoeh poeloeh empat
Kamis, 14 September 2006.
Upacara bendera di kampung
Sebulan sudah aku tak menulis. Terasa semuanya bagaikan barisan pepohonan yang berlarian dalam perjalanan pulang-pergi Denpasar-Penyabangan. Terasa tak ada yang menyolok mata. Namun, bila ku runut jauh ke belakang, ternyata aku pernah sempatkan diri pulang kampung. Kedatanganku yang tiba-tiba saat dinihari tanggal 17 Agustus membuat ibuku terkejut. Sebetulnya tidak mesti selarut itu bila Lion Air tidak menunda penerbangannya dari Denpasar, yang akhirnya berimbas pada stop over berikutnya, Makassar. Aku tak peduli, yang penting aku bisa bertemu ibuku dan adik-adikku. Mereka yang berkorban untuk sekolahku. Resiko pulang tiba-tiba di waktu seperti itu adalah aku tak mendapatkan tempat tidur. Toh, aku juga pada hari-hari berikutnya tetap saja tak mendapatkan jatah tempat tidur, kecuali sofa di ruang tamu yang menahanku tidur satu arah, otherwise, jatuh!
Paginya aku ikut upacara bendera di sebuah lapangan sepakbola di kampungku. Tradisi upacara bendera di kampung memang sudah dilakukan sejak dulu, sejak zaman orde-orde sebelumnya. Namun, toh tradisi ini tetap diminati. Akupun meminatinya! Tak ada kesan keharusan di dalamnya, walau toh rakyat bukanlah pegawai negeri. Mereka bergembira menyambutnya, menonton atraksi anak-anak dengan pakaian warna-warni dan mewakili profesi andalan saat pawai: dokter, polisi dan tentara. Walau mungkin tak sesemarak di Istana Merdeka, namun upacara bendera di kampungku juga adalah ajang atraksi Pasukan Pengibar Bendera yang dipilih oleh tim bentukan kampungku sendiri. Ketat juga seleksinya! Aku bangga dengan mereka! Bangga dengan anak-anak kampungku! Walau mereka harus menahan terik matahari saat latihan yang dilakukan setiap hari sejak sebulan sebelum hari H. Tak hanya itu, merekapun harus menanggung sendiri seragam dan aksesorisnya. Teringat waktu aku menjadi salah satu anggota paskibra di kampungku hampir dua puluh tahun yang lalu. Ku sempatkan berfoto di depan rumahku, betapa gagahnya diriku! Foto itu menjadi foto andalanku di album paling depan kumpulan foto keluarga. Tujuannya jelas, supaya pacarku bisa melihatnya! Atau setidaknya calon pacarku boleh mempertimbangkan diriku untuk menjadi miliknya! Sore harinya, berbagai atraksi dilakukan. Klasik memang, karena suguhan tak pernah berubah dari tahun ke tahun, gerak jalan, lomba lari dan rampasan (panjat pinang). Gerak jalan akhir-akhir ini menjadi ajang pertunjukan para ibu dan wanita muda dengan busana olahraga yang semarak. Dan itu aku setuju. Setidaknya mereka bukan hanya memikirkan dapur dan mengurusi suami, namun juga mempertontonkan kebolehan mereka dalam baris berbaris plus fashion show.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment