Tuesday, March 14, 2006
Catatan empat poeloeh
Townsville, 11 Maret 2005
Hari ini adalah tepat 40 catatan sudah ku torehkan. Walau tak semuanya kulayakkan untuk dibaca khalayak. Sempat ku berpikir, seandainya catatan yang ku buat hanya sekali setahun, begitu miskinnya imajinasiku. Walau toh aku tahu bahwa tingkat imajinasi tidak berkolerasi baik positif maupun negative dengan catat-mencatat. Namun aku tak menyalahkan orang lain yang tidak pernah membuat catatan dalam waktu yang bertahun-tahun. Barangkali mereka lebih menyukai catatan hati. Catatan yang bisa dibuat, disimpan dan diambil kapan saja. Walau catatan itu saat diambil kembali sudah tidak seperti catatan semula karena otak kita merekayasanya. Itupun kalau catatannya masih diingat. Hal ini mengingatkanku pada tradisi tutur budaya kita. Yang kebanyakan mengandalkan catatan hati dan otak. Sehingga setiap orang memiliki hak mengatakan bahwa sayalah yang benar karena itu yang dituturkan eyang saya, misalnya. Tradisi yang membuat suatu peristiwa makin membias dan kabur. Dari segi kultur aku tidak menolaknya, aku memakluminya. Karena seandainya aku hidup di zaman nenek moyangku akupun barangkali melakukan hal yang sama. Namun, hal ini justru menjadi kendala bagi para pencinta budaya. Mereka harus mencari berbagai sumber, menyinkronkan cerita para sumber dan membuat catatan tertulis dari para sumber itu. Hal yang memakan waktu dan tenaga.
Memiliki catatan, sama seperti rekaman suara dan gambar, adalah memiliki bukti otentik tentang suatu peristiwa di masa lampau. Gambaran yang diterjemahkan dalam bentuk tulisan oleh pelaku atau penyaksi sejarah. Kontroversi Surat Perintah Sebelah Maret, contohnya. Catatan keramat itu sampai saat ini tetap menjadi kontroversi sementara saksi hidup sekaligus pelakunya tinggal satu orang. Para penyaksi tidak berani buka mulut. Kalau toh ada, itupun berupa wanti-wanti bagi penulis biografi yang ditulis saat sang penyaksi mangkat. Tapi, ah... kenapa aku haru menyinggung budaya dan sejarah yang bukan lahan pemikiranku?
Kembali ke perayaan ke 40 catatanku, akupun teringat tentang cerita ulang tahun. Cerita usang yang diulang (lihat catatanku sebelumnya). Ceritanya diulang namun keberadaan orang yang berulang tahun tak akan diulang. Walau idealismenya tetap atau kadangkala hanya terkikis sedikit namun segala sesuatu di dirinya berubah. Kenangannyapun berubah. Episode kehidupan selama setahun yang baru lewat dengan tahun-tahun sebelumnya berbeda. Untung saja kalau episode kehidupan selama setahun adalah mimpi yang indah, karena mimpi indah seringkali ingin diulangi. Sayang sekali, pada sebagian orang episode kehidupannya sama, sekalipun ada riak-riak kecil. BTW, bagiku, merayakan catatan-catatan untuk kesekian kalinya memiliki kesamaan sekaligus perbedaan dengan ulang tahun. Bedanya adalah catatan sering datang terlambat, dicatat saat ulang tahun sudah dilaksanakan... itupun kalau sempat :).
Dicatat saat leherku jadi kaku dan sakit setelah bangun.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment