Friday, November 18, 2005
Catatan satoe
Senin, 19 september 2005
Pagi-pagi aku harus bangun. Bukan pagi-pagi amat sih, namun bangun pagi kadangkala (supaya tidak memalukan diriku) adalah hal yang sangat menjemukan. Apalagi bila hari yang dihadapi adalah hari yang ingin dihindari. Namun, kuakui bahwa hari yang ingin dihindari bukanlah semestinya dihindari namun memang yang diharapkan. Proporsi antara yang diharapkan dan dihindari hampir 50-50.
Jam 7 kurang 5 Hector datang menjemput dengan mobil milik universitas. Mengesankan memang bila memiliki universitas yang menyediakan mobil untuk keperluan penelitian bukan untuk menyenangkan pejabat universitas itu sendiri. Walau dengan hati sumpek, namun karena ada harapan bahwa hari ini aku akan mendapatkan hasil seeding oyster yang sangat menyenangkan, sehingga ku pacu langkahku secepatnya setelah sikat gigi sebentar, maklum baru selesai sarapan.
Satu jam perjalanan tak terasa sudah, kota Ingham di sebelah utara Townsville kami capai. Singgah sebentar di Brunby’s untuk membeli sarapan. Padahal kami berdua sudah mengakui sebelumnya bahwa kita sudah sama-sama sarapan sebelum berangkat. Karena merasa bahwa waktu berangkatnya Ferry dari Taylor’s Beach masih lama, sehingga kami menyempatkan mencari toko yang menjual bir. Alhasil kami menemukannya, tepat di sebelah supermarket Woolworth. Sayang sekali, walaupun tertera bahwa toko minuman itu buka jam 8.30 namun sudah sepuluh menit lebih dari jam itu, tidak ada tanda-tanda pintu akan dibuka. Akhirnya, dengan kecewa kamipun melanjutkan perjalanan ke pelabuhan tujuan. Lewat sepuluh menit memang bukan hal yang menjemukan bagi orang yang tidak buru-buru. Namun bagi kami, sepuluh menit itu sebanding dengan sejam menunggu mobil tumpangan di kampungku dulu.
Mencapai Taylor’s beach tidaklah begitu lama. Hanya dibutuhkan kurang lebih setengah jam dari pusat kota Ingham. Di sana kami sudah ditunggu Pete, sang skipper yang mengidamkan cewek Indonesia. Dengan semangat dia pernah bercerita tentang cewek Indonesia yang cantik namun patuh, apapun pekerjaannya. Ceritanya itu mengalir dengan lancarnya di malam aku pulang dari Orpheus tempo hari. Sayangnya, dia tidak bercerita tentang cewek Indonesia lagi pagi ini. Dengan basa basi “selamat pagi!” dan “apa kabarmu?”, kamipun memulai dialog pagi yang hangat. Namun ceritanya sangat ringan dan mengambang. Cerita yang tidak perlu diingat, hanya dipakai untuk membunuh waktu saja.
Pagi menyenangkan memang. Laut tidak menggelora. Tenang. Bersama dengan satu keluarga, kamipun menuju Orpheus Island. Saking tenangnya, tanpa sadar aku sudah melamun. Melamun tentang apapun yang melintas di benakku. Semuanya datang dan pergi dengan sendirinya tanpa ku minta dan ku tahan. Aku biarkan lamunanku berjalan seiring dinginnya angin pagi menelusup bajuku. Sampai tiba-tiba mesin perahu itu mati. Akupun kaget, mengapa perahu yang masih baru, toh tetap memiliki masalah? Oh, ya, perahu itu memang masih baru, masih beberapa hari dipakai. Perahu itu menggantikan kerja Challenger, sang perahu yang lebih besar, karena jumlah penumpang yang sedikit dan laut tidak dalam kategori menyeramkan sehingga perahu baru ini mengganti kerja Challenger. Kebanyakan hari-hariku bersama Challenger memang menakutkan, ombak yang tinggi dan rapat membuat bulu kuduk berhamburan keluar dari tubuh. Aneh kupikir, jarak yang cuma sependek itu ditambah lagi dengan jalur ferry yang tertutup beberapa pulau, toh begitu menakutkan saat gelombang besar datang. Namun, hari ini begitu menyenangkan. Walaupun toh tidak sampai sepuluh menit perahu itu sudah bisa berjalan lagi. Dengan diselingi cerita tentang hiu kecil yang tertahan di propeler perahu yang sempat dilihat Hector, kamipun melanjutkan perjalanan ke Orpheus. Tanpa bicara. Hanya diselingi tawa kecil kedua anak keluarga campuran Australia Jepang yang bermain di atas dek.
Setelah sambutan singkat oleh Anna, sang manajer marine station, kamipun berkemas menuju ke penginapan. Seperti biasanya kamipun sekamar, namun kami tidak menempati kamar yang seperti biasanya. Berbenah sejenak, dan kamipun pergi ke laut. Melepaskan tambatan salah satu dinghy dan perahupun melaju ke long-line, tempat kerang mutiaraku tinggal. Lantas kamipun memulai pekerjaaan yang sudah biasa kami lakukan hampir setiap bulannya sejak 4 bulan lalu. Mengangkat panel memang berat, namun menghindari tangan dari sengatan “bulu ayam” laut lebih memberatkan dan menjengkelkan. Sudah banyak kali aku disengatnya. Bahkan saat pertama kali aku membantu Hector mengangkat panel kerang mutiara aku langsung disengatnya habis-habisan. Sejujurnya, mereka memang tidak menyerang aku namun mereka menghalangi pekerjaanku sehingga aku bekerja tanpa menghiraukan mereka dan akupun tersentuh pada bulu laknat itu. Pantas saja dia disebut shit of the sea. Namun di lain pihak aku menyadari bahwa seadainya mereka adalah manusia seperti aku, barangkali mereka sudah berteriak “ akupun layak hidup!” Namun, teriakan mereka lewat kata hatiku tidak menghalangi aku untuk bersabar mengeluarkan mereka yang menempel di tali dan panel. Aku telah belajar bersabar sekarang. Setidaknya itu adalah bekalku dalam menghadapi hari ini yang betul-betul menyebalkan. Kenyataannya, lebih dari setengah kerang mutiara hasil penelitian kami berdua tidak membuahkan hasil. Kebanyakan mutiara memuntahkan kembali inti yang disisip Berni sang seeder 6 minggu yang lalu.
Kami berusaha untuk menghadapinya dengan jernih, walau dalam hati aku tahu bahwa kami berdua mengumpat. Menyalahkan sesuatu yang tidak tahu dimana dan siapa. Menyalahkan banyak pribadi. Tanpa arah umpatan yang jelas. Kekesalan itu akhirnya berakhir saat Hector merasa lapar. Walaupun diiyakan olehku namun sejujurnya aku tidak merasa lapar! Aku merasa sakit hati! Kenapa yang kudapatkan begini? Namun, keberadaanku yang kenyang kesal tidak cukup kuat untuk menahan permintaan Hector untuk mempercepat makan siang. Dulu, bila kita berdua bekerja, tanpa sadar kita belum makan sampai hari sudah sore. Barangkali karena memang hari-hari itu dipenuhi dengan kejutan yang menyenangkan. Sementara kami tidak siap dengan kejutan hari ini yang menyakitkan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment