Friday, November 18, 2005
Catatan doea
20 september 2005
Seperti biasanya ku bermimpi pagi. Ada yang menyakitkan, adapula yang menyenangkan. Namun kategori mimpi pagi ini tidak terlalu menyakitkan buatku. Namun sudah cukup membuatku terbangun. Ah, semua mimpi pagiku membangunkan aku, koq.
Bisa kukatakan, pagi ini spesial. Aku, bukan hanya dibangunkan oleh mi mpiku namun oleh nyanyian burung-burung pulau Orpheus. Nyanyian burung yang mengandaikan aku dengan teriakan anak-anak kecil yang sedang bermain. Burung-burung itu bukanlah burung-burung yang kudengar berkicau disamping rumahku setiap pagi. Mereka adalah burung-burung hutan yang mendapatkan sorganya. Teringat akan masa kecilku di kampungku. Mendengarkan burung dari pagi sampai malam. Sampai tiba saatnya orang-orang kampung mengenal senjata dan bergaya cow boy memburu burung-burung itu. Senjata yang hampir saja membunuhku ketika seorang tetangga yang bermaksud menembak burung namun tidak mengetahui bahwa pelurunya nyasar ke pelipisku. Senjata yang dimainkan temanku kepada temannya sehingga menembus tulang kaki temannya. Sejak saat itu kampungku bukan lagi sorga bagi burung-burung. Mereka menghilang entah kemana, menghilang karena memang sudah dihilangkan tanpa bekas atau karena mereka mengungsi ke tempat lain. Sungguh malang nasib mereka. Rumah dan lingkungan yang diwarisi mereka berabad-abad digusur manusia serakah. Tidakkah orang kampungku menyadari bahwa mereka adalah tamu dalam suatu kerajaan hewan dan tumbuhan? Sadarkah mereka juga bahwa setelah dengan paksa membuka lahan dengan merontokkan tumbuhan dan membunuh hewan-hewan, mereka semestinya menghormati tetangga mereka bukan membunuhnya? Tapi itulah mereka, saudara-saudaraku, orangtuaku bahkan aku sendiri yang kadang bertindak serakah terhadap mahluk lain yang memilki peradaban jauh lebih lambat daripada aku. Ataukah aku dan Homo sapiens lain yang terlalu cepat?
Mendengar suara burung dan menikmati keindahan bulu-bulunya membawa aku ke lapangan Puputan. Tempat sebagian orang Bali menikmati waktu santai bersama keluarganya di pagi dan sore hari. Tempat dimana manusia kota berkesempatan berinteraksi dengan alam. Sayangnya, interaksi berat sebelah ini dibatasi oleh kerangkeng besi dan burung-burung berada di dalamnya sementara manusia dengan bebas mengeksploitasi keindahan tubuh dan merdu suaranya. Harus kuakui, walaupun tujuannya untuk menyenangkan manusia namun cara ini akan mengundang burung-burung liar lain memasuki kota. Menjadikannya habitat mereka yang baru. Karena perluasan wilayah adalah juga konsekuensi perkembangan populasi manusia, jadi akupun memaklumi bahwa suatu saat habitat asli burung dan mahluk hidup lain akan berubah. Harapku, pada akhirnya, walaupun ku tak tahu kapan pemasungan ini berakhir, burung-burung itu akan dilepaskan dan berdendang bersama burung liar.
--->>interupted
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment