Friday, November 18, 2005
Surat kepada Presiden
Pak Presiden yang terhormat,
Saya mencoba mengirim email dengan berharap email ini sampai ke pak SBY. Saya terkesan dengan keterbukaan yang diberikan dengan membuka jalur kontak ke Bapak lewat SMS dan kotak pos. Semoga manajemen informasi yang datang akan lebih transparan penanganannya mengingat pengalaman masa lalu dengan membuka kotak pos tapi tak transparan penanganannya.
Saya mengirim email ini juga bukan bermaksud meminta sesuatu untuk keuntungan saya. Saya sudah cukup, saya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi saya walaupun harus lewat perjuangan. Dan hal itu memang alami. Saya hanya meminta kepada Bapak bahwa bukalah seluas-luasnya akses pendidikan bagi anak bangsa. Sehingga mereka bisa mengenyam pendidikan setidaknya seperti saya atau seperti Bapak. Suatu kebanggaan bila anak bangsa bisa sekolah ke luar negeri, karena bila mau jujur (seandainya bapak bertanya langsung ke hati nurani mereka yang sekolah di luar negeri), hati nuraninya akan menjawab bahwa mereka sekolah di LN karena ingin melihat sesuatu yang baru di dunia baru, bukan semata-mata pendidikan yang bagus. Saya bangga dengan pendidikan kita walaupun ada beberapa hal yang harus dibenahi seperti kesempatan praktek dan inovasi yang banyak dibandingkan teori melulu sehingga anak hanya diajarkan berkhayal (walaupun di lain pihak menghayal itu bagus). Kalau Bapak bertanya kepada saya mengapa saya ingin sekolah di LN, jawaban saya: karena saya ingin mendapatkan uang lebih dari pendapatan gaji saya. Maksudnya begini, lewat beasiswa yang saya dapatkan, saya bisa simpan sebagian dan jumlah yang sebagian itu ternyata jauh lebih besar dari gaji saya sebagai PNS. Saya bisa menikah dan bikin rumah dengan uang itu. Namun, bukan maksud saya meminta ke Bapak untuk menaikkan standard gaji buruh dan PNS dengan alasan gajinya tidak cukup. Maksudku, dengan memperhatikan efek domino, apabila semua sumber keuangan rakyat itu cukup maka otomatis gajinya akan terdongkrak naik. Buatlah hasil pendapatan minyak bumi dan segala tambang (yang satu saat akan habis) untuk memodali usaha yang tidak pernah habis atau yang lama habis seperti bisnis kreatifitas dan jasa, agrikultur dan akuakultur, dan pendidikan & teknologi. Jadikan universitas dan akademi menjadi betul-betul tempat rujukan ilmu dan teknologi dari para praktisi sehingga tidak akan ada dana ganda untuk satu proyek. Maksudnya, jangan jadikan tim pengkaji di instansi sektoral menjadi peneliti yang bisa bertabrakan dengan peneliti di universitas. Gandeng dan optimalkan universitas untuk segala kegiatan yang membutuhkan kajian di setiap departemen. Semoga dengan cara ini kita bisa menghemat. Apalagi dengan lebih menajamkan kuku dan pedang para anggota KPK, uang negara akan banyak diselamatkan. Jangan ragu membabat orang rakus.
Harus diakui, bahwa ternyata di negara kita jasa para manajer tambang dan Direktur BUMN serta pekerjanya jauh lebih besar dari orang yang memberikan pendidikan bagaimana menambang, mengelola perusahaan dan keuangan. Barangkali mereka beralasan bahwa merekalah tumpuan penghasilan negara dan melecehkan pendidik yang mendidik anak mereka, buruh yang membantu mereka, polisi dan tentara yang menjaga keamanan negara, petani dan nelayan yang memberi makan mereka dan legislator yang mengontrol pemerintahan. Singkat pintaku Pak, jangan segan-segan membabat mereka yang sudah hidup di tempat basah dan masih korupsi!
Demikianlah tumpah-rasaku, setidaknya ini dulu yang ku punya. Karena aku juga harus berikan kesempatan kepada Bapak untuk memperhatikan uneg-uneg orang lain lewat surat di kotak pos, anjangsana ke pasar dan ke kampung-kampung. Semoga surat ini bisa terbaca saat Bapak membuka email atau diberikan Pak Andi saat di perjalanan dinas.
Salam saya,
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment