Monday, March 10, 2008

Catatan seratoes empat poeloeh doea

10 Maret 2008

Budidaya dan bertani, apakah masih menjadi suatu alternatif? (Mendobrak isme konservasi sempit)

Bagaikan pertanian, kegiatan budidaya di laut sepertinya tetap saja berjalan di tempat. Padahal, begitu banyak jargon masa lalu yang bertujuan mengangkat rakyat kecil (yang notabene kebanyakan petani) dengan mengagungkan negara kita adalah negara agraris, dst… dst… Tapi kemanakah petani dan nelayan kita? Kesalahan para pengusaha besar yang membabat hutan dan mengeruk laut dengan traktor dan armada kapal raksasa mereka yang berdampak pada multiefek masalah sepertinya ditanggung petani dan nelayan. Sebut saja terbatasnya suplai ikan di perairan akibat pengerukan besar-besaran nelayan berdasi dengan diberlakukannya regulasi penangkapan ikan, sampai pada perusakan hutan oleh petani berdasi yang mengakibatkan ketidakseimbangan meteorologi dan kontur tanah dan akhirnya regulasi pemanfaatan lahan. Ujungnya adalah masalah besar yang saling menindih dan menunggu waktu: kekurangan suplai makanan dan efek global warming! Keduanya tak bisa dipilih! Keduanya berujung ke kematian!

Konservasi? Iya itu adalah jawaban. Namun, sayangnya istilah konservasi hanya diartikan sempit oleh sebagian pelakunya. Konservasi alam dengan membuat areal perlindungan di berbagai tempat dan sebagian merampas lahan rakyat dijadikan sebagai alasan kuat penyelamatan lingkungan. Bahkan tak jarang ada kepentingan politis di dalamnya. Ke manakah manusia? Apakah mereka juga bukan bagian dari lingkungan? Apakah mereka juga tak boleh diselamatkan? Harus diakui bahwa sasaran konservasi yang sebelumnya ditujukan untuk kemaslahatan manusia namun sayangnya sudah sering dilencengkan. Nilai manusia berada dititik nadir dibandingkan organisme lain. Dan sedihnya bagian dari kumpulan manusia yaitu petani dan nelayan malah yang lebih merasakannya.

Gaung penyelamatan bumi makin menggema. Tema konservasi dengan menyempitkan wacana ke bahasan perlindungan mangrove, karang, hutan lindung, dan bahkan lebih spesifik lagi ke organisme tertentu menekan jauh-jauh alternatif apa yang diberikan kepada rakyat (kecil) bila salah satu wacana bahasan menyinggung mata pencarian mereka. Sehingga tak heran gejolak sosial atas nama perut sering terjadi dalam aplikasi (baca: sosialisasi bahkan penetapan peraturan) tema-tema konservasi ini. Masalahnya sederhana: mereka tak ditawarkan pilihan yang tepat! Konservasi sering terbaca sebagai penjara di kampung sendiri! Wajar mereka berteriak karena untuk apa bumi kita sebagai warisan bagi anak cucu sementara pemberi warisan terlunta-lunta? Nah kalau demikian, sanggupkah mereka membuat anak cucu lagi?

Pengembangan pertanian di lahan tertentu dan penggalakan budidaya bisa menjadi pilihan. Walau pun toh masih menghasilkan resiko bagi penyelamatan lingkungan namun aktifitas ini bisa menjadi pilihan yang tepat untuk menuntun rakyat bertanggungjawab akan lingkungan sekitarnya, disamping sebagai penyambung kehidupan. Alternatif ini jangan sekedar dilirik saja. Cukup sudah mulut berbusa petinggi negara di masa lalu. Do it now! Lakukan secara komprehensif mulai dari pemilihan lahan, penyediaan bibit , operasional sampai pada pemasaran. Buatlah petani dan nelayan kita lebih berharga, supaya mereka akan menghargaimu!

1 comment:

Anonymous said...

mendobrak isme konservatip sempit aj susah, gimane mau melawan isme konservatif lebar & luas?
Paling2 kita hanya bisa niru Pak Presiden n para pejabat tinggi: "Prihatin". So what getu lhoh?!

btw, thengs atas lirikan n komennya