Tuesday, August 22, 2006
Catatan toejoeh poeloeh satoe
Sabtu, 29 Juli 2006.
Setelah melewati hamparan kebun anggur dan tersesat dua kali, akhirnya kamipun menemukan tempat dilaksanakan upacara adat.... Upacara adat yang katanya hanya bisa dilakukan oleh orang yang berasal dari Karangasem. Iya, orang Karangasem bersama penduduk di sekitar Gunung Agung konon saat gunung meletus, mengungsi dan tinggal menetap di daerah Bali utara, salah satunya di desa Banyu Poh.
Sebelumnya aku merasa kuatir, mau dibawa kemana aku? Orang yang baru ku kenal beberapa hari sudah ku percaya membawa diriku melewati perkebunan anggur di waktu malam. Rasanya tak percaya bila ada acara yang begitu ramai harus melintasi jalan setapak di perkebunan anggur dan hanya raungan motor kita yang berbunyi, sunyi. Saat menemui jalan buntu pertama kali, kami langsung dikejar oleh pemilik perkebunan. Tiga lampu senter berlarian ke arah kami. Takut juga tapi geli karena diuber bak penjahat yang tak berdaya. Sesekali Macan bertanya, dengar suara gamelan gak? Aku bilang, gak! Ya, namanya Macan, aku mengetahuinya dari teman-teman sekerja memanggilnya. Ternyata teman-teman sekampungnyapun memanggilnya demikian. Semula ku kira bahwa sebutan itu hanya di tempat kerja. Sempat diberitahu kenapa mereka menamakannya Macan memang, namun tak ku ingat lagi. Mungkin karena artinya tak terlalu berarti bagiku. Macanlah yang menawarkan diri kemarin sore untuk membawaku menonton upacara adat.
Tak disangka, acaranya begitu meriah. Puluhan sepeda motor terparkir di areal perkebunan anggur. Atraksi anak yang menusuk keris ke tubuhnya sungguh mengerikan. Saat irama gamelan menyentak lebih cepat, anakpun makin kesurupan menusukkan keris ke dadanya. Sayang sekali, aku tak bisa lebih dekat untuk mengambil momen permainan keris. Kami terlalu jauh di belakang. Dengan dibantu Macan, perlahan kami bergeser ke depan. Sayang sekali saat kami mencapai barisan depan, atraksi kerispun habis. Pertunjukan selanjutnya adalah tarian para ibu. Ternyata semuanya menari sambil tutup mata. Mereka juga lagi kesurupan, kata Macan. Ku pikir ya mengingat beberapa kali saat musik diam mereka hampir jatuh. Mereka bergerak saat musik dimainkan, bila iramanya dinaikkan merekapun menggila. Mereka tak bisa diam, kecuali musiknya berhenti. Salah seorang ibu terlihat lelah, keringatnya luar biasa, tapi dia tak bisa berhenti. Kasihan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment