Wednesday, April 05, 2006
Catatan lima poeloeh
Rabu, 5 April 2006
Pada catatan yang kelimapuluh ini aku ingin membagi cerita yang bagiku cukup unik. Cerita tentang kelapa muda yang ku beli dari supermarket tadi siang. Uniknya adalah saat ku melihat kelapa itu, aku langsung teringat pada sebutan Sulawesi Utara sebagai provinsi Nyiur Melambai. Bila melambai berarti punya daunnya, kemudian punya pohonnya dan punya buahnya. Tidak mungkin banyak pohon kelapa kemudian tak ada buahnya. Ku melihat harga kelapa muda yang dikemas sedemikian rupa dan langsung membandingkan dengan kurs yang sementara berlaku, akhirnya ku dapatkan. Harganya adalah 17.800 (1 AUD=6300) rupiah sebiji. Aku juga langsung mengkalkulasi berapa harga beli sebenarnya, taruhlah harga belinya dari petani adalah 15% dari harga eceran (17.800), maka harga yang didapatkan adalah 3560 rupiah. Ongkos produksi dari sang petani, taruhlah 1500 rupiah, berarti terdapat selisih 2060 rupiah. Bila petani bisa menghasilkan 5000 kelapa per kwartal, berarti dia bisa menghasilkan sepuluh juta rupiah setiap 3 bulan atau 3 juta per bulan.... Aku tak tahu apakah cara kalkulasiku dibenarkan oleh para pebisnis, namun bagiku standard yang ku pakai adalah plafon yang paling rendah. Bagaimana kalau memang harga beli dari petani adalah 20% dari harga eceran, berapa banyak yang dia dapatkan?
Lepas dari hitungan bisnis, saat ini aku sementara menikmati enaknya minum kelapa muda dari Thailand, hitung-hitung sambil merayakan catatanku yang ke lima puluh.... wah... ternyata kelapanya dari Thailand? Jarak Thailand-Australia kan lebih dekat Indonesia-Australia? Berarti ongkos kirimnya juga lebih mahal dong dibandingkan dari Indonesia?... Bagaimana petani Indonesia? Manado?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment