Thursday, May 25, 2006
Catatan lima poeloeh sembilan
Kamis, 25 Mei 2006.
Semalam aku merasa geli sendiri. Tertawa, memaki diri. Terlintas ide untuk melakukan modifikasi penelitian yang sementara ku lakukan-bahkan hari ini adalah hari terakhir aku sampling untuk eksperimen kedua ku-. Idenya muncul begitu saja tanpa memperhatikan bahwa sudah sekian lama aku harus bangun subuh, bawa mobil selama 2 jam, menyebrang lautan, sesampainya kuambil boat kecil dan ke laut lagi, dikuliti matahari, sementara tanganku selalu menyisakan rasa gatal yang menyakitkan akibat ”shit of the sea” si bulu ayam laut, dan pulang bawa mobil lagi, melintasi kelam malam dan membunuh sekian juta serangga yang terperangkap di kaca mobil. Dia (si ide) tak mau mengerti betapa capeknya mataku membaca jurnal baik dalam bentuk kopian maupun dari layar laptopku. Dia tak mau peduli kalau rangkaian huruf dan kata di layar komputer dan kertas kopian selalu membayangiku saat ku pejamkan mata bahkan saat ku beranjak tidur. Namun, semua itu tak ada artinya bahkan berbalik menjadi ”eureka” bila dia datang duluan. Celakanya, dia datang pas di ujung kerjaku.
Pagi ini, dengan berat langkah ku datang lagi di pulau, sambil mencoba menyisipkan ide yang ku dapat semalam pada langkah-kerjaku mendatang dengan data yang tersedia. Tapi sulit, kecuali bila aku harus mengulangi eksperimenku. Puas sudah ku maki diriku semalam, aku tak mau memakinya lagi. Ku biarkan diriku mendapatkan iramanya. Irama hari ini, walaupun sama dengan hari-hari lalu namun pesonanya lain.
Tuesday, May 16, 2006
Catatan lima poeloeh delapan
Senin, 15 Mei 2006.
Rossiter Park
Kalau ku bilang, “tak ada yang spesial dari Park ini”, aku naïf! Walau park di Townsville kelihatanya sama namun kesan setiap park pasti berbeda. Di park inilah tempatku melakukan jalan pagi dan jalan sore di awal kedatanganku di Townsville. Jalannya mengitari sepanjang bantaran sungai Ross River. Dia berbeda dengan Soroptimist Park, park lainnya yang sering kukunjungi dulu, yang disisi sebelahnya adalah laut. Kelebihan dari Rossiter Park adalah, kesunyiannya terasa. Tak ada gemuruh ombak, yang ada hanya cicitan burung, percikan lembut air dan semilir angin yang mengebas dedaunan pohon. Menikmati pemandangan sepasang sejoli yang bercinta diam. Hanya mimik wajah yang sering berubah. Berbeda dengan beberapa pasang burung yang berkejaran di air. Mereka tak diam, bersorak dalam cipratan air, walau juga tanpa kwek-kwek. Dan di kejauhan, dua nenek lagi bercengkerama sambil menunggangi leher patung kura-kura, maklum di sungai ini banyak ditemukan kura-kura. Kepala mereka terlihat bagaikan kepala ular keluar dari permukaan air. Sementara di sebuah dermaga kecil seorang ibu dan anaknya asyik memberi makan burung dan bebek. Wow.. betapa mengesankan.
Subscribe to:
Posts (Atom)