Hari ini aku mencoba
berjalan bersama angan. Waktuku tersita dan tak mengizinkan hayalku untuk
menjelajahi misteri alam dan waktu. Semuanya hilang demi mendapatkan ongkos
hidup. Apakah aku salah memilih sehingga ongkos hidup tak sesuai harapan? Ah,
tak apa. Kata orang sabar sedikit. Mungkin
kesabaran itu ada manfaatnya kelak.
Tapi minggu ini, aku
menyempatkan untuk mengasah hayalku lagi. Sekalian membentuk alur masa depanku.
Mendapatkan alternatif jalan A sampai Z menuju ke Roma yang katanya banyak
jalan masuknya. Bagiku, menjadi dosen jangan miskin. Namun, menjadi dosen yang
mengandalkan mahasiswanya sebagai sumber ongkos hidupnya tak lebih dari seorang pemeras. Hartanya
penuh dengan sumpah serapah dan kutukan. Aku tak mau itu. Aku tak mau sumpah
serapah dan kutukan menyertai mobil, rumah dan kesenanganku. Kalau toh kelak
aku memilikinya.
Sayang sekali, figur
dosen cukup dilematis. Apalagi pada universitas yang sedang berkembang. Ketika
tuntutan memenuhi tri darma (pendidikan & pengajaran, penelitian, dan
pengabdian) dipenuhi, tuntutan itu tak dibarengi dengan hak yang semestinya
diterima. Sayangya....