28 Desember 2007
Kembali ke normal
Tadi pagi di gereja pendeta berkata: setelah selebrasi natal, saatnya kita kembali ke normal. Akupun hanya tersenyum kecil, mengingat natal kami yang dilalui dengan tinggal di rumah saja. Tak ada tradisi yang biasanya kami lakoni di kampung. Tak ada kunjungan, dan sebaliknya tak ada family yang bisa dikunjungi. Mereka hanya bisa dikunjung lewat telpon saja. Tak ada makan-makan yang di luar dari biasanya. Tak ada pelukan. Tak ada games. Tak ada! Siangnya, kami ke park, makan bersama. Padahal di hari-hari sebelumnyapun kami sering ke sana. Untungnya malam hari kami diundang Gavin dan Mimi, pasangan Ausie-Manado, ke rumah mereka. Kangen kampung halaman sedikit terobati. Besoknya, seharian kami tinggal di rumah. Mata sakit karena terlalu lama di depan TV. Habis sudah stok DVD blockbuster untuk jatah seminggu. Menonton ternyata juga capek. Kamipun keluar mengitari suburb. Di sana kami temui kesenyapan. Orang Townsville tak tahu pada ke mana. Untungnya Christmas eve diwarnai celoteh teman-teman serantau yang masih belum sanggup menerima perubahan mendadak ini . Di sana juga ada Dian yang membagi kado dan cerita, juga menemani kami di park siang harinya. Thanks, Dian.
Kembali ke normal, begitu kata Pendeta. Normal adalah keadaan yang sebelumnya kita lalui dan lakoni. Keadaan yang penuh gejolak. Di sana ada bombardir tugas yang harus diselesaikan. Di lingkungan sekitar ada pelecehan, pencurian, pengkhianatan, pembunuhan dan terorisme. Itulah normal! Hidup dilingkupi ancaman, bahkan ada yang sampai bereaksi berlebihan pada ancaman. Seperti yang dilakoni Herodes yang paranoid atas kelahiran bayi Yesus sehingga dia membunuh bayi-bayi di bawah 2 tahun di Betlehem dan sekitarnya. Ketakutan yang berlebihan ini bisa terjadi pada siapa saja. Banyak korban akibat ketakutan ini. Lihat saja si Munir, korban aksi 98 dan Benazir Bhutto! Dan masih banyak lagi yang terjadi pada individu maupun kelompok! Mereka digasak, hilang dan mati karena akumulasi ketakutan dari pihak penentangnya!
Semoga kondisi normal tahun ini berangsur menjadi tidak normal, yang dibaca sebagai meredanya ancaman hidup dan penghidupan. Balapan kotor dalam segala aspekpun menghilang sehingga paranoia mereda. Semoga (saja)!
Sunday, December 30, 2007
Friday, December 28, 2007
Catatan seratoes tiga poeloeh enam
28 Desember 2007
Mengapa harus Benazir?
Pagi ini ku kabungi diriku sendiri. Seorang pejuang besar telah berpulang. Banyak orang besar menurut kacamataku berpulang dengan cara keji. Bayaran terhadap mimpi demokrasi dan reformasi kebanyakan membutuhkan tumbal. Kali ini yang terpilih adalah dirimu, ibunda. Tapi, ku tak tahu seberapa banyak manusia baik akan menjadi tumbal? Tumbal sebetulnya adalah hasil keserakahan pesaing yang tak mampu berdebat. Dia juga adalah klimaks dari sekian ketakutan para pesaing. Dunia ternyata masih tetap ganas.
Pulanglah ibunda. Pulanglah ke padang bunga abadi. Pada tempat dimana jiwa tak dibatasi raga lagi. Pada tempat dimana kau tak perlu bermimpi lagi karena disana adalah mimpi itu sendiri
Mengapa harus Benazir?
Pagi ini ku kabungi diriku sendiri. Seorang pejuang besar telah berpulang. Banyak orang besar menurut kacamataku berpulang dengan cara keji. Bayaran terhadap mimpi demokrasi dan reformasi kebanyakan membutuhkan tumbal. Kali ini yang terpilih adalah dirimu, ibunda. Tapi, ku tak tahu seberapa banyak manusia baik akan menjadi tumbal? Tumbal sebetulnya adalah hasil keserakahan pesaing yang tak mampu berdebat. Dia juga adalah klimaks dari sekian ketakutan para pesaing. Dunia ternyata masih tetap ganas.
Pulanglah ibunda. Pulanglah ke padang bunga abadi. Pada tempat dimana jiwa tak dibatasi raga lagi. Pada tempat dimana kau tak perlu bermimpi lagi karena disana adalah mimpi itu sendiri
Subscribe to:
Posts (Atom)