Sabtu 21 Juli 2007
Kamarku penuh buku. Sebagian besar adalah buku pinjaman dari perpustakaan. Bukan karena aku suka membaca, bukan. Namun karena tak ada tempat lain lagi untuk menyimpan buku-bukuku dan (kedua) aku harus menjaganya sebelum dipinjam orang lain. Serakah juga, kupikir. Tapi tak apa, kalau toh orang lain memerlukan buku-buku itu pasti mereka akan memintanya ke pegawai perpustakaan, dan tak sampai seminggu panggilan masuk ke dalam emailku.
Semestinya aku punya ruang perpustakaan di rumah. Sepertinya ruang perpustakaan adalah ruang yang sangat mewah dalam rencana-rencanaku selama ini sehingga selalu terpinggirkan oleh rencana lain.
Seandainya aku tak perlu membuka mata untuk membaca, barangkali sebagian besar buku di kamarku sudah ku baca. Buku-buku yang telah dibaca akan dikembalikan dan akan diganti oleh buku yang lain. Tapi apalah artinya kata ”membaca” bila tak menggunakan mata?
Cerita buku ini mengingatkanku akan antrean panjang orang yang membeli Harry Potter seri terakhir (katanya sih) akibat hanyut dalam imajinasi JK Rowling sekaligus trik marketing zaman modern.