Kamis 31 Mei 2007
Walaupun begitu romantis (apalagi dimainkan oleh salah satu aktor andalanku) namun Déjà vu menyisakan teki-teki di kepalaku. Teka teki yang tak berhubungan dengan romantisme namun dengan ketakmampuanku mengingat pelajaran fisika dulu, sehingga yang ada adalah aku tergagap kagum namun tolol saat mendengar kaidah yang dipakai dalam melacak kehidupan di masa lalu yang ternyata didasari atas teori Einstein. Teka teki dimensi kehidupan lain yang paralel yang berusaha digambarkan dari film itu. Apakah dalam kenyataan Déjà vu memang adalah kehidupan paralel yang bisa saja lebih dahulu daripada kehidupan sekarang?
Friday, June 01, 2007
Catatan seratoes doe poeloeh satoe
Kamis 31 Mei 2007
Dua hari lalu aku disapa seorang wanita aborigin paruh baya di sebuah stasiun bis. ”Wah, baju mu bagus”, katanya. I was so surprised, aku pun menjawab dengan sedikit senyum, thank you. Diapun menyambung, you know I am from Palm Island sambil mengulurkan tangan untuk berjabat. Tak lama aku terdiam, sambil mengulurkan tanganku aku menjawabnya, well I’ve never been to Palm Island but I’ve been to Orpheus Island, the one close to your island. Mengetahui bahwa aku tahu Palm Island dengan semangat diapun bercerita tentang Orpheus Island and other islands around it including Palm Island itself. Aku terdiam dan menatap dalam-dalam mata wanita ini dan sesekali berpindah pada mulutnyayang terus komat kamit dan merasakan getaran tangannya. Tiba-tiba dia beralih ke cerita bahwa dia mengidap diabetes, aku terharu sejenak sampai akhirnya dia berkata, you got two dollars for me? She got pain but she is drunk, pikirku. Mataku beralih ke seorang laki-laki kulit putih duduk mengangkat kaki yang menjadi sandaran si wanita ini. Dia lagi asyiknya meneguk bir dan berusaha menghindari tatapanku. Please, just two dollars cause I want to buy medicine. Oo, I am sorry, jawabku cepat, the money is only for bus ticket. Ku berusaha untuk tetap tersenyum. She insisted me tapi aku tetap menjawab dengan jawaban yang sama dan kuputuskan untuk berlalu. Laki-laki di sampingnya tetap saja asyik menenggak alkohol dan wanita itupun kembali bersandar di kakinya.
Dua hari lalu aku disapa seorang wanita aborigin paruh baya di sebuah stasiun bis. ”Wah, baju mu bagus”, katanya. I was so surprised, aku pun menjawab dengan sedikit senyum, thank you. Diapun menyambung, you know I am from Palm Island sambil mengulurkan tangan untuk berjabat. Tak lama aku terdiam, sambil mengulurkan tanganku aku menjawabnya, well I’ve never been to Palm Island but I’ve been to Orpheus Island, the one close to your island. Mengetahui bahwa aku tahu Palm Island dengan semangat diapun bercerita tentang Orpheus Island and other islands around it including Palm Island itself. Aku terdiam dan menatap dalam-dalam mata wanita ini dan sesekali berpindah pada mulutnyayang terus komat kamit dan merasakan getaran tangannya. Tiba-tiba dia beralih ke cerita bahwa dia mengidap diabetes, aku terharu sejenak sampai akhirnya dia berkata, you got two dollars for me? She got pain but she is drunk, pikirku. Mataku beralih ke seorang laki-laki kulit putih duduk mengangkat kaki yang menjadi sandaran si wanita ini. Dia lagi asyiknya meneguk bir dan berusaha menghindari tatapanku. Please, just two dollars cause I want to buy medicine. Oo, I am sorry, jawabku cepat, the money is only for bus ticket. Ku berusaha untuk tetap tersenyum. She insisted me tapi aku tetap menjawab dengan jawaban yang sama dan kuputuskan untuk berlalu. Laki-laki di sampingnya tetap saja asyik menenggak alkohol dan wanita itupun kembali bersandar di kakinya.
Subscribe to:
Posts (Atom)