Rabu, 25 April 2007.
Catatan tentang Anzac Day 2
Pagi-pagi kami sekali telah bangun. Sesuai jadwal yang diberikan sekolah Nadine bahwa kami sudah harus tiba di the Strand jam 9. Hasil diskusi semalam, kita sebaiknya datang lebih awal supaya gampang mendapatkan tempat parkir. Deal! Kita sepakat berangkat jam 8 supaya bisa sampai kurang dari jam 9. Dengan sigap Nadine bangun, kegiatan yang jarang dilakukan bila dia akan ke sekolah. Sebenarnya yang membuat Nadine malas bangun pagi saat ke sekolah bukan karena dia tak suka sekolah, namun karena menu cereal dan susu segar sebagai sarapan yang menunggunya. Kali ini kita sepakat untuk tak memberikannya cereal. Diapun senang. Dilahapnya pasta tuna hasil eksperimenku dengan cepat sambil sesekali melihat jam. Dad, its eight now, she said. Take it easy honey, I replied. Dia tak peduli, yang diperhatikannya hanyalah jarum pendek jam dinding yang mendekati delapan sementara jarum panjangnya padahal masih di enam.
Benar, setengah sembilan kami sudah sampai di the Strand, blok jalan tempat pawai telah ditutup. Setidaknya ditutup untuk non-VIP, or non-recognisable person? ;-) Anyway, luckily, kita mendapat tempat parkir tak jauh dari jalan yang ditutup. Tak lama berjalan, Nadine telah mendapatkan lokasi berkumpul sekolahnya. Kelihatannya mereka tak banyak dibandingkan dengan murid dari sekolah lain. Kupikir, setidaknya kegiatan ini akan mengobati kekecewaannya saat aku tak mengizinkannya hadir dalam malam pesta dansa sekolah beberapa hari lalu. Bukan karena aku berdua Theisy tak suka dia dansa namun karena memang kami sibuk dan tak bisa mengantarnya. Yang namanya pawai, agaknya di setiap negara sama saja. Nadine dan teman-temannya berbaris rapi mengikuti irama genderang pasukan pembuka jalan. Aku dan Theisy sepakat untuk ikut barisan sekolah Nadine. Di sepanjang jalan we both arguing karena tak membawa topi. Panas juga hari ini. Sesampainya di lapangan peringatan detik-detik hari pahlawan (If I can say that), ritual ibadah dan hening cipta (sama juga dikampungku sih?) tak terlewatkan. Tony Mooney sang walikota dengan gaun yang melewati kemegahan gaun rektor memberikan kata-kata sambutan singkat. Beberapa kata-kata kenangan tak lupa dari pimpinan tentara di Townsville. Maklum, Townsville adalah basis militer Australia. Eee, selesai acara ternyata si walikota pulang mencari mobil sendiri yang diparkir sambil basa-basi pada beberapa orang yang menyapanya, tanpa pengawal. Yang mengherankan juga saat pulang, kami melewati tempat anak-anak berbagai sekolah berkumpul. Tak seperti pawai di kampungku, yang terlihat di tempat itu hanya rumput kusut namun tanpa sampah plastik. Coba bayangkan apa yang terjadi di setiap lapangan saat selesai upacara di Indonesia?
No comments:
Post a Comment