Wednesday, August 29, 2007

Catatan seratoes doea poeloeh enam

source: http://www.firstposter.com/catalog/images/einscartoon.jpg

Rabu, 29 Agustus 2007

Saat memberikan tutorial tentang kerang mutiara di depan mahasiswa James Cook University ternyata mahasiswa di tempatku mengajar dulu dan di sini sepertinya sama saja. Saat memasuki sesi diskusi tentang tiga artikel yang diminta untuk dibaca, mereka diam. Tak seperti yang kuharapkan. Padahal dalam berbagai kesempatan ku lihat bagaimana alotnya diskusi oleh beberapa kelompok mahasiswa entah itu di perpustakaan atau yang hanya berkumpul di halaman fakultas. Mereka serius. Tapi, kenapa kali ini tidak? Apakah karena bahan yang diberikan begitu sulit? Ataukah pertanyaan dalam diskusi yang sulit? Herannya, dalam sesi mengajar satu arah, pada akhir kuliah biasanya banyak sekali pertanyaan yang datang. Tapi, di saat diminta mereka untuk mandiri, ternyata… Kupikir ada yang salah dengan kuliahku kali ini. Mungkinkah mereka tak mengerti apa yang ku ucapkan? Tapi toh mereka memberi respons lebih mengalir tentang hal di luar bahan diskusi hari ini. Lantas kenapa? Ku sederhanakan beberapa pertanyaannya, mereka masih diam. Ku pancing mereka dengan memberikan clues, barulah satu dua orang angkat bicara. Well, sebetulnya itu bukan clues tapi memang sebagian dari jawaban. Memasuki pertanyaan bahasan kedua yang kupikir lebih gampang, ternyata yang merespons hanya dua orang. Kucoba menggali pengetahuan lanjutan mereka tentang mutiara yang pernah dikuliahkan. Nah kali ini, hampir semua orang berbicara. Tapi aku tak bisa lari dari konteks diskusi, jadi aku antar mereka balik ke sub bahasan semula. Mereka terdiam lagi, lho koq? I finally found out, ternyata yang membaca artikel hanya 2 atau 3 orang. Selebihnya tidak. Masih lebih bagus mahasiswa di kotaku dulu, walau satu dua orang yang berbicara namun mereka mendiskusikan artikel yang berbahasa Inggris. Mereka melakukan dua usaha sekaligus: mengerti bahasa dan mengerti isi tulisan.

Friday, August 17, 2007

Catatan seratoes doea poeloeh lima

Jumat, 17 Agustus 2007

Hari ini ku-khusuk-kan diri sesaat mengingat negeriku. Kenapa aku masih bangga dengan ke Indonesiaan-ku? Aku mencoba menjelma menjadi sosok diri penghasut yang mencoba mengusik ketentramaan rasa bangga yang duduk di singgasana hati, mencoba menutup katup nadi aliran kehangatan kebanggaan di sekujur tubuh. Tapi tetap tak bisa. Inikah yang dinamakan fanatisme? Yang barangkali mengaliri para radikalis anak negeri ketika mereka bangga menjadi teroris? Mungkin itu kesamaan, tapi beda tujuan. Tapi, apakah diriku berpotensi menjadi teroris bila ada yang mengobrak-abrik singgasana kebanggaan keindonesiaanku? Mungkin aku akan menjawab, Ya! Dalam hal ini, istilah teroris-pun menjadi kabur bila disandingkan dengan rasa nasionalisme.

Kusadari, akhir-akhir ini, menjadi Indonesia lebih beresiko. Resiko ditolak bila bepergian ke luar negeri sampai ke resiko-resiko domestik sepele seperti tak dilayani dengan pandangan sederajat di pesawat maupun di hotel dibandingkan bule. Tapi toh aku tetap bangga! Kebanggan tanpa ditawar-tawar... walau toh terlalu naif, pikirmu barangkali.