tag:blogger.com,1999:blog-19080432.post113964243712364633..comments2023-10-31T23:38:25.521+10:00Comments on here where my thoughts blow: right or wrong: Catatan tiga poeloeh doeagoestafhttp://www.blogger.com/profile/14636324008847531450noreply@blogger.comBlogger2125tag:blogger.com,1999:blog-19080432.post-1140740896344005612006-02-24T10:28:00.000+10:002006-02-24T10:28:00.000+10:00You got my point. I like it! btw... untung matahar...You got my point. I like it! btw... untung mataharinya muncul di sebelah Magie ya? kalau di atas Magie itu mah udah kesiangan...hehehehe...goestafhttps://www.blogger.com/profile/14636324008847531450noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-19080432.post-1140674496478137132006-02-23T16:01:00.000+10:002006-02-23T16:01:00.000+10:00Perbedaan memanglah seperti pedang bermata dua. Di...Perbedaan memanglah seperti pedang bermata dua. Di satu sisi ia menjadi dinamisator peradaban manusia. Tapi di sisi lain, ia menjadi kerikil dan sumber konflik dalam relasi antar manusia.<BR/><BR/>Lalu, ketika Tuhan menciptakan variasi dalam kehidupan manusia-- warna kulit, ras, bahasa, keyakinan--apakah Tuhan sedang bermain-main dengan ciptaanNya. Atau apakah perbedaan tercipta karena eksperimen penciptaan manusia oleh Tuhan. Seperti guyonan dalam mitologi Indian tentang Manitou. Saat Manitou akan meniptakan manusia, ia mengambil tanah liat yang kemudian dirupa menjadi manusia. Lalu patung tersebut dibakar. Karena terlalu lama dalam perapian, patung tersebut menjadi terlalu hitam. "Jadilah orang Afrika" demikian orang Indian bercerita. Karena trauma dengan penciptaan pertama, manitou lebih berhati-hati lagi dalam proses pembakaran. Sayangnya, kehati-hatian tersebut membuat tanah tembikar terlalu cepat diangkat dan berwarna kepucatan. "Jadilah orang Eropa" kata orang Indian. Berbekal dua pengalaman tersebut, proses pengapian ketiga menghasilkan patung dengan dengan pembakaran sempurna. Dan, ia pun berwarna kemerahan. "Jadilah orang Indian" mereka berteriak. <BR/><BR/>Tentu kita tidak mengatakan Tuhan seperti pematung pemula yang menciptakan keragaman secara tak sengaja. Tentu ia tahu konsekuensi akan adanya perbedaan. Kita pun tahu. Dan itulah takdir dunia: laki-laki--wanita, malam--siang, baik--buruk, yin--yang dst. Itulah yang menjadikan dunia kita indah. Seindah melihat matahari terbit di sisi Magnetic Island (ini mah pendapat pribadi, karena selalu melihat matahari terbit di sebelah timur Townsville. Maklum, buruh early morning). Kita harus bisa menjadikan dan memaknai perbedaan sebagai sumber energi positif dalam perkembangan peradaban manusia.<BR/><BR/>So, jadilah berbeda. "Kagak tau ah! Gelap!.@#%*&()*!~~%$^::&Anonymousnoreply@blogger.com