Tuesday, November 06, 2007

Catatan seratoes tiga poeloeh lima

6 November 2007

Ada lima orang yang menarik perhatian saya di minggu terakhir ini. Empat orang bertemu muka sementara seorang lagi kutemui tanpa sepengetahuannya; aku menyusup di blog-nya (Wimar Witoelar). Keempat orang kutemui saat weekend kemaren selama perjalanan ke Cairns. Seorang yang masih muda dengan jins lusuh, tas lusuh dan ternyata adalah seorang professor di salah satu universitas di London. Kemudian seorang pemain rugby terkenal di Queensland, Darren Lockyer-sang kapten yang sementara berbulan madu ( Well, saya yang memburu dia tapi tak pernah sempat bicara). Dan di salah satu stand jualan kulit kanguru di Kuranda, saya bertemu dengan bekas dosen tamu di IKIP Singaraja. Yang meyakinkan saya adalah, dia berbahasa Indonesia dengan baik, sedikit bahasa Bali dan pengetahuannya tentang Singaraja. Orang terakhir adalah seorang kakek bernama Brad yang kami temui di Cardwell sebuah kota kecil antara Townsville-Cairns. Dia bercerita banyak tentang buaya dan budaya. Walau tak pernah ke Indonesia tapi dia mengetahui banyak bahasa Indonesia. Hari ini kutemui seorang Wimar. Ekspresinya hanya lewat kata-katanya saja, tak ada gelak dalam blognya. Kesamaan kelima orang ini adalah: mereka semua sederhana. Tampang (appearance) bisa ditutupi dengan jins belel atau apa saja tapi wawasan tidak, karena dia akan keluar lewat pancaran mata dan kata-kata.

Thursday, November 01, 2007

Catatan seratoes tiga poeloeh empat

Cabang-Ranting, filosofi kayu bakar

Alam memang memberikan banyak manfaat sebagai bahan rujukan dalam hampir setiap aspek kehidupan manusia. Tingkah laku terbang burung menginspirasi manusia untuk ikut terbang, jadilah pesawat terbang. Ikan di laut menginpirasi terbentuknya kapal selam, bahkan sampai pada struktur bangunan kerang yang menginspirasi para arsitek untuk membangun rumah. Dalam membuat sebuah organisasi proses biomimetik juga berlaku untuk membangun struktur organisasi dengan mengadopsi struktur sebuah pohon. Prinsip ini tentu saja sangat sederhana ditelaah: pokok pohon adalah pencitraan dari pimpinan pusat yang biasanya menjadikan diri sebagai induk, cabang adalah perpanjangan dari pusat dan ranting adalah bagian akhir dari organisasi. Mengambil filosofi pohon selalu saja dilihat dari sisi kepentingan pokok pohon (atau sang induk), jarang yang berasal dari ranting. Induk berkata bahwa induk akan mengayomi melindungi cabang dan (apalagi) ranting bila terjadi sesuatu. Cabang juga demikian dan akhirnya the looser si ranting (terpaksa) menerima bawa dia terlindungi. Inilah yang diagung-agungkan dari berbagai organisasi (apalagi dalam partai politik). Coba kita melihat dari sisi lain, dari sisi yang jarang (atau mungkin disembunyikan) dari induk atau cabang. Pokok pohon dan cabang menjadi besar karena suplai makanan dari ranting. Mereka gendut karena disuplai terus dari ranting lewat makanannya. Tak jarang mereka terlena sehingga bukannya makin kuat (dan melindungi ranting) tapi malah makin mudah patah. Tahu gak kalau kelebihan makanan selalu disimpan di akar sang induk? Suplai makanan ini akan digunakan oleh Pokok pohon kemudian cabang dan (akhirnya) ranting. Saat masa paceklik, yang lebih dahulu meranggas dedaunan yang ditahan ranting. Saat sang ranting tak kuat, dia terpaksa harus melepasnya dan akhirnya diapun turut mati. Mereka lebih dahulu kering dan mati baru kemudian cabang dan akhirnya pokok pohon. Tak ada kejadian sebaliknya. Yang masuk api pertama tentunya ranting, kemudian cabang dan akhirnya pohon. Di partai juga demikian, keganasan sang induk bahkan sangat terasa. Mereka tak segan mematikan dahan dan (apalagi ranting) bila tak sejalan dengan keinginan mereka. Wajar kalau memang cabang-ranting itu berlaku dalam bisnis karena biasanya sang induklah yang membentuknya. Pertanyaannya: apakah organisasi lain di luar partai dan bisnis yang mengadopsi filosofi pohon juga memiliki misi seperti mereka (partai dan bisnis)? Kalau tidak, gantilah istilah cabang-ranting karena konotasinya jelas.