Monday, April 30, 2007

Catatan seratoes sembilan belas

Minggu, 29 April 2007 Walau kubiarkan imajinasi liar menggeregotiku tetap saja aku tak mau menjadi Superman. Superman adalah orang yang sangat kuat, iya. Mengangkat pulau saja sudah sangat kuat, apalagi mengangkat sedan? Bisa terbang, iya. Tak mempan peluru, iya. Punya pendengaran dan penglihatan kuat, iya! Iya! Tapi, Superman tak punya banyak uang! Bila ku jadi Superman, selalu saja ada acara keluarga ke luar negeri. Lantas hanya jalan-jalan saja? Tidak! Pasti mereka ingin belanja. Makan saja sudah termasuk belanja apalagi the real belanja? Mana cukup dengan gaji rupiahku???

Thursday, April 26, 2007

Catatan seratoes toejoeh belas

Kamis, 26 April 2007

Mimpi apa pagi ini ya? My car got trouble. Smoke came out from the engine. I just realised when Nadine kept saying, smells something burnt, dad. Thank God, nothing worse happened. But the car is still at somewhere along the way to University. I have to take it back home this afternoon, well, I should pick up Nadine first, unfortunately.

Catatan seratoes enam belas

Rabu, 25 April 2007.

Catatan tentang Anzac Day 2

Pagi-pagi kami sekali telah bangun. Sesuai jadwal yang diberikan sekolah Nadine bahwa kami sudah harus tiba di the Strand jam 9. Hasil diskusi semalam, kita sebaiknya datang lebih awal supaya gampang mendapatkan tempat parkir. Deal! Kita sepakat berangkat jam 8 supaya bisa sampai kurang dari jam 9. Dengan sigap Nadine bangun, kegiatan yang jarang dilakukan bila dia akan ke sekolah. Sebenarnya yang membuat Nadine malas bangun pagi saat ke sekolah bukan karena dia tak suka sekolah, namun karena menu cereal dan susu segar sebagai sarapan yang menunggunya. Kali ini kita sepakat untuk tak memberikannya cereal. Diapun senang. Dilahapnya pasta tuna hasil eksperimenku dengan cepat sambil sesekali melihat jam. Dad, its eight now, she said. Take it easy honey, I replied. Dia tak peduli, yang diperhatikannya hanyalah jarum pendek jam dinding yang mendekati delapan sementara jarum panjangnya padahal masih di enam.

Benar, setengah sembilan kami sudah sampai di the Strand, blok jalan tempat pawai telah ditutup. Setidaknya ditutup untuk non-VIP, or non-recognisable person? ;-) Anyway, luckily, kita mendapat tempat parkir tak jauh dari jalan yang ditutup. Tak lama berjalan, Nadine telah mendapatkan lokasi berkumpul sekolahnya. Kelihatannya mereka tak banyak dibandingkan dengan murid dari sekolah lain. Kupikir, setidaknya kegiatan ini akan mengobati kekecewaannya saat aku tak mengizinkannya hadir dalam malam pesta dansa sekolah beberapa hari lalu. Bukan karena aku berdua Theisy tak suka dia dansa namun karena memang kami sibuk dan tak bisa mengantarnya. Yang namanya pawai, agaknya di setiap negara sama saja. Nadine dan teman-temannya berbaris rapi mengikuti irama genderang pasukan pembuka jalan. Aku dan Theisy sepakat untuk ikut barisan sekolah Nadine. Di sepanjang jalan we both arguing karena tak membawa topi. Panas juga hari ini. Sesampainya di lapangan peringatan detik-detik hari pahlawan (If I can say that), ritual ibadah dan hening cipta (sama juga dikampungku sih?) tak terlewatkan. Tony Mooney sang walikota dengan gaun yang melewati kemegahan gaun rektor memberikan kata-kata sambutan singkat. Beberapa kata-kata kenangan tak lupa dari pimpinan tentara di Townsville. Maklum, Townsville adalah basis militer Australia. Eee, selesai acara ternyata si walikota pulang mencari mobil sendiri yang diparkir sambil basa-basi pada beberapa orang yang menyapanya, tanpa pengawal. Yang mengherankan juga saat pulang, kami melewati tempat anak-anak berbagai sekolah berkumpul. Tak seperti pawai di kampungku, yang terlihat di tempat itu hanya rumput kusut namun tanpa sampah plastik. Coba bayangkan apa yang terjadi di setiap lapangan saat selesai upacara di Indonesia?

Catatan seratoes lima belas

Rabu, 25 April 2007.

Catatan tentang Anzac Day 1

Ini adalah kali yang ketiga aku melewati Anzac Day di Townsville. Namun kali ini aku betul-betul merayakannya, well maksudnya memperingatinya. Dan bukannya aku saja namun kami sekeluarga. Kata merayakan agaknya lebih cocok untuk kegiatan yang berhubungan dengan kegembiraan. Anyway, Anzac Day bisa disejajarkan dengan Hari Pahlawan Indonesia. Konon, peringatan ini awalnya memperingati kejadian saat pasukan New Zealand dan Australia (The diggers) mendarat di Gallipoli-Turki 92 tahun yang lalu, saat Perang Dunia Pertama bergejolak. Ribuan diggers mati. Akhirnya peringatan ini berkembang dengan memperingati jasa semua petugas negara yang rela berkorban demi Australia. Arti berkorban bukan hanya mereka yang gugur saja, namun mereka yang cacat sampai mereka yang hanya meninggalkan keluarga demi tugas negara. Sepertinya, peringatan ini adalah peringatan yang sangat bermakna bagi warga Australia. Betapa mereka sangat menghargai pahalawannya. Untuk pertama kali aku melihat ribuan warga Townsville, tumpah ruah di sepanjang jalan The Strand mengikuti pawai dan akhirnya mengikuti acara puncak commemoration di lapangan terbuka dengan khidmat. Semua diam dan terpaku selama lebih sejam. Khidmat! Ku pikir, ternyata ada juga acara yang bisa dilalui dengan serius selain kegiatan religius di negeri ini? Aku kecele. Sementara Hari Pahlawan di Indonesia cenderung tertutupi dengan hari peringatan kemerdekaan dan hari ABRI tanggal 5 Oktober. Kupikir, Hari Kemerdekaan pantas dirayakan, namun unjuk kebolehan tentara di hari ABRI agaknya masih kurang perkasa dibandingkan dengan ”the real fight” para tentara dan rakyat di masa lalu yang diperingati sebagai hari pahlawan? Pantas bila kita berkaca pada peristiwa ini. Istriku berceloteh: beda dengan pahlawan Australia yang menyerang Turki, pahlawan Indonesia melakukan tugas yang lebih karena mereka tak hanya melayani negara namun mempertahankannya! Ada benarnya juga ya?

Thursday, April 05, 2007

Catatan seratoes empat belas

Kamis, 5 April 2007.
Many things come up to me, lately. Pride, excited and feeling blue mix together. Am I too emotional? Pride because of Nadine got Student of the Week and great achievement at school, which is maybe common for other people. But I teach myself to be proud of every single accomplishment I or everybody else close to me got. Excited? I’ve got another path where I could step in through for my research. However, many patches of obstacles still haunting me to complete my project. At least, there’s one experiment hasn’t been done yet, while the time runs very fast to the end of my study term. I don’t know when it’ll be done. There’s a matter of money, according tu my supervisor. So, its not my fault, then? But it seems to me if I skip that part, the project will taste like plain-basmati-rice (sorry for the basmati lovers). Feeling blue? No comment!